Sabtu, 31 Juli 2010

Sulap Lewat Perut

MEREKA yang rajin nonton teve siaran Jakarta, barangkali kenal pasangan penghibur Gatot Sanyoto dan Tongki. Paling akhir, ke-5 kalinya setelah pertama muncul 15 Juli tahun lewat, mereka tampil dalam acara Mana Suka Siaran Niaga hari pertama 1977. Sesungguhnyalah Gatot seorang ventriloquist. Akan hal Tongki, seperti boneka pada umumnya, ia bisu. Yang ngomong semuanya Gatot.

Berkat latihan yang pada dasarnya sama seperti latihan seorang peniup saksofon -- terutama mengendalikan pernafasan -- ia bicara tanpa menggerakkan bibir, sehingga suara seolah datang dari tempat lain - dari Tongki. Tak aneh setiap habis siaran, Gatot suka menghabiskan nasi lebih dari sepiring. "Leher tidak apa-apa. Tapi perut lapar bukan main", katanya. Untuk mengurangi lapar itu pula Gatot berusaha agar tidak menghamburkan kata-kata secara berlebih-lebihan. Bukan dengan memperpendek waktu permainan, melainkan misalnya menghindari perulangan-perulangan, selain perulangan itu sendiri membosankan penonton. Untuk itu pula ia memakai naskah, dan berdasar naskah itu ia latihan lebih dulu, di muka kaca. Isteri dan anak-anaknya menyaksikan kemudian memberi komentar. "Mereka tak pernah mengijinkan saya naik langgung sebelum latihan sungguh-sungguh", katanya. Mariyun Menurut Gatot, sampai saat ini ia belum mendengar nama ventriloquist lain di negeri ini selain, pertama, seorang pastur di Surabaya. Dan kedua Mariyun asal Kutoarjo. Yang pertama boleh dibilang guru Gatot sendiri, meski katanya cuma pernah memberi petunjukpetunjuk dasar - sebab selanjutnya ia mengaku belajar dari buku yang dibelinya di Amerika Serikat. Yang kedua Gatot tahu namanya dari koran. Yang pasti Mariyun memang pernah muncul di TIM 1972 yang lalu dengan boneka yang diberinya nama Coco. Seperti juga boneka pada umumnya, Tongki terbuat dari plastik. Satu hal, ia dilengkapi peralatan tertentu sehing ga bibir dan matanya bisa digerakkan, lewat punggunK. Tapi Gatot sendiri keberatan orang lain menjamahnya, kecuali jabat tangan. Hal itu dikatakan hanya satu kebiasaan bagi seorang tu kang sulap --seperti halnya "wartawan foto tak mengijinkan orang lain memegang kameranya", katanya. Toh ia mengatakan tidak sembarang boneka bisa dijadikan kayak si Tongki. Ada yang khas dan dengan fisik yang lucu, umumnya buatan Spanyol. Dan memang Tongki sendiri buatan sana. Ketika pertama dilihat Gatot di sebuah toko di New York, 1974, tempatnya tersendiri. Entah apa sebabnya kelihatannya bahkan kumal. Ketika Gatot menyatakan mau membelinya, si pemilik toko berkata bahwa boneka itu bukan boneka seperti biasa, harganya pun mahal. Gatot mengatakan tahu untuk permainan ventriloquism. Dengan uang 20 dolar AS, boneka itu jadi miliknya. "Semula namanya Mr Farlanchin. Saya ganti Tongki - untuk mengingatkan orang akan tong sampah, sekaligus memberi perhatian anak-anak bahwa Tongki yang semula kumal ibarat mainan di tempat sampah sebenarnya toh berharga". Panjual Jamu Gatot ke Amerika Serikat bersama Band Los Morenos pimpinan Rudi Rusadi - dan 6 bulan main tetap di Restoran Rarnayana New York, dengan bayaran 5 dolar AS sehari. Tak jelas apakah ia puas dengan honor sekian. Yang terang pikirannya mengisyaratkan ia tak mungkin menyanyi atau main musik sampai tua. Itulah sebabnya ia membeli boneka yang lain dari yang biasa dan juga buku ventriloquism. Dan waktu Gatot kembali ke Indonesia, akhir 1974, boneka itu ketinggalan. Ia kecil hati buat menemukannya lagi. Tapi ketika tahun berikutnya Henny Purwonegoro melawat juga ke sana, Gatot mencoba pesan kalau menemukannya, tolong dibawa. Untung masih ada. Di AS Gatot jua rajin nonton pertunjukan teve maupun Broadway. Ada juga belajar dari Michael Tannen dari Circle Magic Shop Inc -- cuma dua minggu. Awal 19 50-an di Kediri ketika masih SD (ia kelahiran Malang, umurnya sekitar 36 tahun), Gatot sudah suka nonton sulap jual jamu. Sewaktu di SMA di Surabaya, akhir 1950-an, ia keranjingan lagi. Di sana belajar sulap pada "profesor" Tukahar, di samping mengenal ventriloquism dari seorang pastur. Ayahnya sendiri, selain guru ilmu jiwa juga bisa sulap. Meski begitu pada mulanya Gatot tak berniat menjadikan sulap dan ventriloquism sebagai andalan hidup. Hanya saja, kuliahnya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga cuma sampai tingkat dua - karena soal biaya. Begitu juga di Akademi Administrasi Niaga, maupun di Fakultas Ekonomi di Malang - gagal. Ia lantas kerja di bank di Sura baya, sekali sekali menyanyi dan main sulap. Masa depan magic menurut Gatot cukup terang. Orang boleh saja mencibir, tapi "seperti halnya dunia penyanyi, sekarang toh banyak yang menyukainya". Dan Gatot sebagai penyanyi memang tidak hanya pernah melancong ke luar negeri, tapi iuga pernah jadi juara ketiga Festival Penyanyi Pop tahun 1968, setelah Frans Daromez dan Brury Pesulima. Selain itu ia yang juga kerap bikin lagu pernah meraih hadiah kedua dalam festival tingkat nasional tahun 1973 untuk lagunya Gubahan. Sementara pada festival tahun 1976 cuma mendapat hadiah kelima dengan lagu Jangan Bersedih. Lumayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar