Minggu, 10 Oktober 2010

Komunikasi Non Verbal Dalam Sulap

Sulap merupakan seni menipu atau the art of deception. Sering kali orang merasa kesal setelah melihat suatu pertunjukan sulap, mereka merasa ditipu. Tapi bukankah disitu letak menyenangkannya sebuah permainan sulap ? Seorang ilusionis Indonesia, Demian Aditya, mengatakan “magic is the art of not knowing”, sulap merupakan seni dari tidak mengetahui. Sulap terasa lebih menyenangkan justru ketika kita tidak mengetahui apa yang terjadi dibalik setiap sulap yang kita lihat. Hasil akhir yang mengejutkan dan tidak terduga tentunya bisa menimbulkan perasaan heran yang menyenangkan apabila tidak dirusak oleh rasa penasaran yang berlanjut dengan pembongkaran ”keajaiban” permainan sulap itu.

Menurut penelitian, orang mempercayai pesan verbal sebesar 22%, sedangkan nonverbal dipercayai sebesar 78%. Disadari atau tidak, sulap sarat akan pesan-pesan nonverbal. Hal ini yang menjadi kekuatan sulap sehingga seorang pesulap dapat menyampaikan pesannya kepada orang-orang yang menonton pertunjukan sulapnya tanpa banyak menggunakan pesan verbal.

Pesan nonverbal terdiri dari beberapa komponen. Komponen pertama adalah pesan kinesik. Pesan kinesik ini berhubungan dengan gerak tubuh, raut wajah, dan postur tubuh. Setiap gerakan tubuh dalam sulap memiliki arti. Karena itu, script atau naskah sangat penting dalam suatu pertunjukan sulap. Gerakan-gerakan yang ada sudah direncanakan sebelumnya dan dilatih secara berulang-ulang. Gerakan tubuh yang tidak direncanakan dan tidak dilatih dengan baik dapat mengakibatkan munculnya gerak tubuh yang membuat suatu trick terbongkar, munculnya gerakan-gerakan yang menggangu penonton, atau bahkan malah mencederakan pesulap itu sendiri.

Raut wajah seorang pesulap juga harus dikontrol dengan baik. Raut wajah yang terkontrol dapat menutupi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi saat pertunjukan berlangsung sekaligus mampu meyakinkan penonton terhadap apa yg dirasakan pesulap, seperti terlihat sangat kesakitan atau justru tidak merasa sakit sama sekali. Seorang pesulap juga harus menjaga postur tubuhnya. Hal ini berkaitan dengan karakter panggung pesulap tersebut. Contohnya seperti Deddy Corbuzier yang harus menjaga postur tubuhnya tetap tegap dan tidak terbungkuk agar ia tetap terlihat berwibawa. Tidak lucu apabila kita melihatnya berdiri dengan bertumpu pada satu kakinya saja seperti anak kecil yang kecapaian.

Pesan kedua adalah pesan proksemik atau jarak. Kesan tidak akrab, dingin, dan kaku dapat muncul apabila kita melihat seseorang berbicara dengan menjaga jarak terhadap orang yang lainnya. Dalam suatu pertunjukan sulap, pesulap sering mengundang seorang atau beberapa penonton untuk naik ke atas panggung. Terkadang juga pesulap tiba-tiba menghilang lalu muncul di tengah-tengah penonton. Hal ini dilakukan supaya hubungan antara pesulap dan penonton tidak kaku serta terkesan lebih akrab dan membaur.

Pesan artifaktual merupakan pesan nonverbal yang ketiga. Pesan artifaktual berkaitan dengan atribut yang digunakan oleh seseorang, seperti pakaian, aksesoris, atau kendaraan. Seorang pesulap memiliki kostum yang dikenakan untuk pertunjukannya. Dalam hal ini kostum tidak hanya diartikan dalam bentuk pakaian tematik. Pesulap menggunakan ”kostum” sesuai dengan karakter panggungnya. Contohnya seperti Deddy Corbuzier yang berpakaian seperti dracula, Faro yang biasa kita lihat menggunakan pakaian serba putih, atau Chriss Angel dengan gaya rockstar. Selain itu peralatan-peralatan yang akan digunakan juga sudah direncanakan dengan baik agar berkesinambungan dengan permainan dan tidak merusak karakter diri yang sebelumnya sudah terbentuk. Bisa kita lihat contohnya pada Russel Miracle yang selalu menggunakan peralatan yang berwarna ungu, mulai dari pakaian yang dikenakan, peralatan sulap seperti kantung atau kartu, hingga motor yang dikendarainya.

Pesan paralingustik menjadi komponen keempat dalam pesan nonverbal. Pesan ini berkaitan dengan cara pengucapan komunikasi verbal, berupa penekanan nada, kualitas suara, volume dan ritme. Terkadang pesulap menyampaikan pesannya secara verbal, seperti menceritakan suatu kisah. Dalam hal ini paralinguistik diperlukan agar cerita yang dibawakan oleh pesulap tepat sasaran, pesulap dan penonton memiliki persepsi yang sama terhadap arti dari permainan sulap yang sudah dipertunjukkan.

Melalui sulap, orang bisa merubah pandangannya terhadap suatu hal, sehingga sikap dan perilakunya pun ikut berubah. Setiap gerakan, pengaturan jarak, pakaian, dan cara berbicara dalam suatu pertunjukan sulap dipersiapkan dan dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu agar penonton percaya bahwa apa yang mereka saksikan merupakan suatu hal yang nyata. Dalam bahasa inggris, sulap disebut magic, yang juga berarti ajaib. Pesulap yang baik tentunya harus dapat meyakinkan dan membuat kita percaya bahwa keajaiban itu memang ada melalui setiap permainannya. Kepercayaan terhadap keajaiban itu bisa diwujudkan melalui perangkaian pesan-pesan nonverbal secara baik. Semua yang dilakukan oleh pesulap memiliki makna dan dilakukan bukan tanpa perhitungan. Disitulah kekuatan sulap terletak, yakni penyampaian makna tanpa banyak kata.
 
sumber : http://the-magic-of-dr-jonas.blogspot.com/2010/09/komunikasi-non-verbal-dalam-sulap.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar